TIMES SOLO, SURAKARTA – Pembangunan desa dewasa ini tumbuh luar biasa, ditandai dengan terus tumbuhnya ekonomi warga desa. Desa tidak dapat lagi dipandang sebelah mata, bahkan saat ini menjadi primadona pembangunan nasional.
Desa di Indonesia tidak lagi identik dengan kebodohan dan kemiskinan, namun menjelma menjadi tulang punggung pembangunan bangsa.
Saat ini desa tidak lagi hanya sebagai obyek namun berubah sebagai subyek pembangunan nasional. Sebagai pelaksana pembangunan, dalam desa terdapat aktor dan tangan-tangan terampil yakni para perangkat desa.
Keberhasilan desa-desa dalam meningkatkan kesejahteraan warga tidaklah lepas dari peran perangkat desanya.
Perangkat desa merupakan ujung tombak dalam pembangunan di desa, maju dan tidaknya suatu desa salah satunya tergantung dari perangkat desa dalam mengemban tugas dan kewajibannya.
Posisi perangkat desa sangatlah vital dalam memajukan desa-desa di Nusantara. Suah banyak cerita keberhasilan desa karena peran perangkat desanya.
Begitu pentingnya posisi mereka, sudah selayaknya mereka mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Salah satunya dengan adanya ketentuan terkait status kepegawaiannya.
Hal ini dirasa penting mengingat status kepegawaian akan menentukan masa depan termasuk kesejahteraan mereka berikut keluarganya, sehingga motivasi mereka untuk terus mengabdi dan berkarya tetap terjaga.
Tidak bisa dipungkiri, kesejahteraan perangkat desa semakin meningkat dengan adanya penghasilan tetap setiap bulannya serta tunjangan lainnya. Namun bagaimanapun status kepegawaian sangatlah diperlukan agar tidak terjadi kerancuan.
Status Kepegawaian Perangkat Desa
Terbitnya UU No 6 Tentang Desa membawa angin segar bagi desa-desa di Indonesia. Begitu juga dengan para perangkat desa, kehadiran peraturan perundangan tersebut memberikan harapan terhadap masa depan mereka. Namun sangat disayangkan, melalui UU tentang Desa tersebut kejelasan status perangkat desa belum disinggung didalamnya.
Belum ada satu pasalpun dalam UU tentang Desa yang mengatur perihal status kepegawaian para perangkat desa tersebut. Mereka hanya berstatus sebagai pembantu Kepala Desa dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Selain itu, dalam peraturan juga diatur terkait tugas, fungsi dan tanggungjawab mereka dalam melaksanakan kewajiban.
Perangkat Desa merupakan seorang pemuka masyarakat yang memperoleh mandat untuk mengayomi dan membimbing warga. Mereka mempunyai atribut mentereng (sebagai abdi negara dan abdi masyarakat) yang menjadi kebanggaannya.
Sebagai abdi negara, perangkat Desa menyandang atribut dan simbol-simbol yang diberikan oleh negara, sekaligus menjalankan tugas-tugas negara, seperti menarik pajak, mengurus administrasi, surat-surat resmi, pendataan penduduk dan lain-lain.
Sebagai abdi masyarakat, perangkat Desa bertugas melayani masyarakat 24 jam, mulai pelayanan administratif hingga pelayanan sosial (mengurus kematian, hajatan, orang sakit, pasangan suami isteri yang mau cerai, konflik antarwarga, dan sebagainya).
Jika melihat tampilan fisik, orang menganggap status mereka sebagai seorang ASN, namun pada kenyataan tidak seperti yang kebanyakan orang pikirkan.
Asumsi warga tidaklah berlebihan mengingat yang mereka pergunakan semua disediakan oleh negara. Dengan kata lain simbol-simbol negara selalu melekat pada diri para perangkat desa.
Jika kita lihat dari perspektif UU ASN (Aparatur Sipil Negara), hal tersebut selaras dengan UU No 20 tahun 2023 tentang ASN. Sudah sepantasnya jika para abdi desa statusnya dapat dimasukkan sebagai ASN.
Namun konsekuensinya pemerintah harus siap mengeluarkan anggaran lebih untuk gaji dan tunjangan mereka. Hal tersebut belum termasuk fasilitas maupun jenjang karier oara birokrat desa tersebut yang harus dipikirkan.
Dilema tentang kejelasan status kepegawaian perangkat desa harus segera diakhiri, apapun nomenklatur penamaannya nanti. Bagi para birokrat desa, apapun namanya tidak masalah yang penting terdapat kejelasan status mereka, sehingga tidak ambigu seperti saat ini.
Bagaimanapun kejelasan status perangkat desa sangatlah penting terlebih saat ini desa menjadi subyek pembangunan nasional yang didalamnya terdapat perangkat desa sebagai aktornya.
Adanya kejelasan status akan memberkan dampak positif bagi motivasi mereka dalam mengemban tugasnya sehingga pembangunan dapat berjalan lancar dan kesejahteraan warga desa akan tercapai nantinya.
***
*) Oleh : Dr. Hadis Turmudi, M.H., Dosen Pengajar di STMIK AMIKOM Surakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
_______
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dilema Status Perangkat Desa
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |