TIMES SOLO, SURAKARTA – Pembangunan desa selama ini masih identik dengan pembangunan fisik semata dan belum terjadi keseimbangan di dalamnya. Infrastruktur maupun pembangunan fisik memang penting, namun desa yang benar-benar kuat dan berjaya tidak hanya dibangun dari beton dan aspal.
Fondasi utama pembangunan desa terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Pembangunan SDM merupakan kunci menuju desa yang mandiri, tangguh, dan berkelanjutan.
Dalam SDM terdapat sosok wanita desa sebagai salah satu elemen penting yang sangat dekat dengan denyut kehidupan masyarakat. Mereka hadir di ruang domestik sekaligus publik yakni mengelola rumah tangga, mendidik anak, menjaga kesehatan keluarga, hingga terlibat dalam kegiatan sosial dan ekonomi.
Bahkan di sebagian desa, wanita menjadi penggerak usaha mikro, dan pelaku ekonomi kreatif berbasis potensi lokal. Namun sanyang peran besar ini kerap tidak diiringi dengan pengakuan, dukungan, dan kesempatan yang setara.
Pemberdayaan wanita desa bukan semata-mata soal kesetaraan gender, tetapi juga soal efektivitas pembangunan. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa ketika wanita diberi akses terhadap pendidikan, pelatihan keterampilan, serta modal usaha, dampaknya langsung terasa pada kesejahteraan keluarga.
Pendapatan tambahan dari usaha yang dikelola perempuan sering kali digunakan untuk kebutuhan dasar seperti pendidikan anak, kesehatan, dan gizi keluarga. Artinya, pemberdayaan wanita berkontribusi langsung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat desa.
Selain dalam bidang ekonomi, peran wanita juga sangat penting dalam pembangunan sosial. Wanita cenderung memiliki kepedulian tinggi terhadap isu-isu lingkungan, kesehatan ibu dan anak, serta pendidikan. Keterlibatan aktif mereka dalam kelompok PKK, posyandu, koperasi, dan organisasi kemasyarakatan lainnya menjadi modal sosial yang berharga bagi desa.
Ketika perempuan dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat desa, kebijakan yang lahir cenderung lebih inklusif dan berorientasi pada kebutuhan nyata masyarakat.
Namun, upaya pemberdayaan wanita desa masih menghadapi berbagai tantangan. Budaya patriarki yang mengakar kuat sering kali membatasi ruang gerak perempuan.
Masih ada anggapan bahwa peran wanita cukup di ranah domestik, sementara ruang kepemimpinan dan pengambilan keputusan dianggap sebagai wilayah laki-laki. Di sisi lain, keterbatasan akses terhadap pendidikan, teknologi, dan informasi juga menjadi hambatan yang tidak bisa diabaikan.
Menuju Wanita Desa Berdaya
Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan komitmen bersama dari berbagai pihak. Pemerintah desa memiliki peran strategis dalam membuka ruang partisipasi perempuan, baik melalui kebijakan desa yang inklusif maupun melalui program pemberdayaan yang berkelanjutan.
Pelatihan keterampilan, pendampingan usaha, serta penguatan kapasitas kepemimpinan perempuan perlu dirancang tidak sebagai program seremonial, melainkan sebagai investasi jangka panjang bagi kemajuan desa.
Masyarakat desa juga perlu membangun kesadaran bahwa kemajuan desa adalah tanggung jawab bersama. Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar sangat menentukan keberhasilan perempuan dalam mengembangkan potensi dirinya. Ketika wanita diberi kepercayaan dan dukungan, mereka mampu menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif bagi komunitasnya.
Wanita desa akan berdaya jika semua mata tertuju pada mereka guna optimalisasi keberadaannya. Lembaga pendidikan tinggi memiliki peran dan tanggung jawab moral guna meningkatkan kualitas mereka. Begitu juga dengan lembaga dan organisasi lainnya juga memiliki peran vital di dalamnya.
Desa yang berjaya adalah desa yang mampu mengoptimalkan seluruh potensi warganya tanpa diskriminasi. Wanita berdaya tidak hanya meningkatkan kesejahteraan dirinya sendiri, tetapi juga memperkuat ketahanan keluarga, membangun generasi yang lebih berkualitas, dan mendorong tumbuhnya ekonomi lokal yang berkelanjutan. Dalam jangka panjang, pemberdayaan wanita adalah investasi sosial yang hasilnya dirasakan oleh seluruh masyarakat desa.
Oleh karena itu “Wanita Berdaya, Desa Berjaya” bukan sekadar slogan, melainkan sebuah strategi pembangunan yang relevan dan mendesak. Membangun desa tidak cukup hanya dengan proyek fisik, tetapi harus disertai upaya serius dalam memberdayakan manusianya. Ketika wanita desa diberi ruang untuk tumbuh, berkreasi, dan memimpin, maka desa akan melangkah lebih mantap menuju kejayaan yang sesungguhnya.
***
*) Oleh : Dr. Hadis Turmudi, M.H., Dosen STMIK AMIKOM.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |