TIMES SOLO, JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau, dan Yayasan Kanker Indonesia bersama organisasi koalisi peduli pengendalian tembakau menggelar konferensi pers dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang jatuh setiap 31 Mei.
Jumpa pers kali ini digelar dengan tema 'Unmasking the Appeal: Exposing Industry Tactics on Tobacco and Nicotine Product' (Ungkap Daya Tarik: Bongkar Taktik Industri Tembakau dan Nikotin).
Sesuai temanya HTTS 2025, para organisasi perwakilan mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap semakin maraknya taktik dan manipulasi yang dilakukan industri rokok dalam memasarkan produk adiktif mereka.
Produk Tembakau Tak Lagi Cuma Rokok
Salah satu tantangan mereka yang terbesar saat ini terhadap kesehatan masyarakat adalah daya tarik produk tembakau, nikotin, dan turunannya, terutama bagi anak muda.
Hal ini lantaran industri rokok terus mencari cara untuk membuat produk-produknya terlihat menarik. Mulai dari menambahkan perasa hingga zat lain yang mengubah bau, rasa, dan penampilan produk.
Zat tambahan ini sengaja dirancang untuk menutupi rasa-rasa tembakau, sehingga terasa lebih “ramah” di lidah — terutama bagi pemula dan remaja, dan memberikan kesan “aman”.
Semakin nyaman rasanya, semakin besar peluang mereka untuk mencoba dan akhirnya kecanduan.
Di Indonesia sendiri, belum selesainya masalah massif mengenai konsumsi rokok konvensional yang menjadi beban kesehatan dan ekonomi, muncul produk-produk nikotin baru yang justru berkembang sangat pesat.
Dalam satu dekade terakhir saja, menurut Survei Kesehatan Indonesia- SKI pada tahun 2023, konsumen new nicotine products (rokok elektronik, vape, dsb) telah meningkat 10x lipat (Riskesdas 2013, 2018.
Bahkan dari survei terbaru dari Jalin Foundation menyebutkan, di Jakarta saja, sebanyak 24% remaja laki-laki usia 12-19 tahun menjadi pengguna rokok elektronik. Secara kasat nyata, toko-toko rokok elektronik dan vape, seakan tak terbendung, menjamur di berbagai wilayah di seluruh Indonesia.
Dari tahun ke tahun, industri rokok semakin kreatif mengembangkan strategi untuk memasarkan produknya.
Secara terang-terangan, Philip Morris Internasional yang kini memiliki hampir seluruh saham HM Sampoerna mendanai Foundation for Smoke-free World (yang kini berganti nama menjadi Global Action to End Smoking (GAES)) dengan narasi 'Unsmoke the World', yang sebenarnya merupakan strategi untuk menjual produk nikotin baru tanpa asap.
Berbagai pendanaan diberikan kepada peneliti dan akademisi bahkan dokter untuk memberikan kesaksian yang mempromosikan rokok elektronik. Di sisi lain, industri besar seperti Gudang Garam dan Djarum, telah memproduksi rokok dengan rasa dan sensasi aroma buah-buahan.
Dengan berkembangnya produk-produk nikotin baru, perusahaan-perusahaan raksasa tersebut dan afiliasinya juga telah meluncurkan vape, pods, rokok yang dipanaskan, sampai kantong nikotin.
Di balik topeng rasa-rasa manis tersebut, mereka sedang menyasar pelanggan baru –para perokok pemula, dan mendorong para pengguna ganda.
Kekhawatiran di Balik Produk Baru
Dalam pesan kuncinya melalui siaran pers, Senin (2/4/25), Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi menyebutkan, “Berlindung di balik kata-kata “harmless”, sebenarnya industri rokok sedang melipatgandakan kekayaannya dengan menjual produk baru.”
Konsumen lama yang ingin berhenti ditawari candu dalam bentuk baru dan dibuat merasa seakan lebih sehat, lalu mencari konsumen baru (anak-anak dan remaja) dengan rasa dan kemasan.
Lebih lanjut Tulus Abadi menyebutkan, Pemerintah baru saja mengesahkan PP 28/2024 sebagai turunan UU No. 17/2023 tentang Kesehatan, yang salah satunya mengatur adanya kemasan yang distandarkan.
Dalam kesempatan ini, Ketua Bidang III Pendidikan dan Penyuluhan, Yayasan Kanker Indonesia, dr. Lukiarti Rukmini, MPH, mempertanyakan mengapa aturan kemasan rokok elektronik semakin marak, padahal sudah ada aturannya dalam PP tersebut.
“Perhatian utama kami adalah bagaimana perusahaan vape menjual produknya memakai kemasan-kemasan yang sangat menarik untuk anak-anak dan remaja, berwarna-warni, bergambar buah dan permen, bahkan memakai ilustrasi animasi,” ungkapnya.
Sementara diketahui, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa sekitar 85% kasus kanker paru-paru berhubungan dengan kebiasaan merokok.
Berdasarkan data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) perokok memiliki risiko 15–30 kali lebih tinggi terkena kanker paru-paru dibandingkan dengan bukan perokok.
Desakan untuk Pemerintah
“Kami menuntut Presiden Prabowo untuk segera menetapkan standarisasi kemasan yang sangat mendesak kita perlukan ini, agar industri tidak semena-mena memasarkan produknya memakai topeng kemasan sehingga masyarakat tertipu dan akhirnya kecanduan,” tegasnya.
Selain itu, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Dr. Fakhrurrozi juga mempertanyakan kemampuan Menteri Kesehatan dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat yang tidak segera menerapkan aturan-aturan Pengamanan Zat Adiktif pada PP 28/2024, merasa berhasil sudah melahirkan aturan baru tapi malah tidak diterapkan.
Sementara itu, Dudung Abdul Qodir, S.Pd., M.Pd., Sekretaris Jenderal PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menjelaskan bagaimana industri rokok menarget anak-anak dan remaja untuk membeli produk adiktif mereka, yang kini dikembangkan melalui produk nikotin baru, seperti vape dan rokok yang dipanaskan.
Ini adalah taktik yang harus diungkap ke masyarakat, karena mereka mempromosikannya seakan produk-produk ini adalah produk yang aman, memakai rasa-rasa manis seperti buah-buahan dan permen, memakai kemasan warna-warni yang sangat menarik bagi anak dan remaja.
“Dengan ini, saya mewakili PGRI, mendesak Presiden Prabowo melakukan langkah nyata untuk menghentikan manipulasi yang dilakukan industri rokok, jangan korbankan anak-anak kita untuk memberi keuntungan industri,” ungkapnya.
Tulus Abadi kembali menyebutkan, industri rokok mewakili kepentingan bisnisnya semata, selama ini memakai narasi melindungi petani/pekerja hanya sebagai topeng, berusaha mengintervensi Pemerintah RI dengan mengirim surat, menemui para pejabat, menggelontorkan dana CSR hanya untuk melicinkan bisnisnya.
“Kami percaya Presiden Prabowo bisa bertindak lebih tegas untuk menolak intervensi industri, segera memerintahkan jajarannya untuk menerapkan regulasi pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik, jangan lagi rakyat menjadi korban,” jelasnya.
Sebagai penutup rangkaian konferensi pers, secara simbolis akan dilepaskan armada iklan layanan masyarakat yang akan berkeliling wilayah DKI Jakarta dengan membawa pesan-pesan edukatif dan peringatan keras mengenai bahaya rokok serta tipu daya industri tembakau dengan harapan lebih banyak lapisan masyarakat secara langsung di ruang publik.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Hari Tanpa Tembakau Sedunia, IDI dan PGRI Prihatin dengan Maraknya Produk Nikotin Baru
Pewarta | : Joko Wiyono |
Editor | : Ronny Wicaksono |